Pemerintah baru direkomendasikan untuk memperketat impor gula mentah yang dipakai sebagai bahan baku bagi produksi gula rafinasi. KEMENTERIAN Perdagangan (Kemendag) telah mengeluarkan sugar outlook 2015. Perhitungannya menunjukkan stok gula medium masih berlimpah di pasaran akibat serapan yang tidak optimal.
Senior Advisor of Asosiasi Gula Indonesia (AGI) Yadi Yusriadi mengatakan stok gula yang berlebih berupa gula kristal putih (GKP) berbasis tebu yang diproduksi pabrik gula. Kelebihan stok disebabkan adanya wilayah abu-abu konsumsi gula kristal rafinasi (GKR).
“Seharusnya ini jelas, industri makanan dan minuman mana yang berbasis (memakai gula) rafinasi,“ ujar Yadi melalui sambungan telepon, Senin (20/10). Pasalnya, ia menambahkan, kondisi di lapangan seakan-akan menggambarkan industri kecil pun mesti dipasok gula rafinasi.Alhasil, kebutuhan gula rafinasi terkondisikan tinggi. Pabrik gula konvensional tidak memproduksi gula rafinasi sehingga diimporlah gula mentah sebagai bahan baku produksi gula rafinasi, kemudian dipasarkan.
“Sekarang pemahamannya semua industri mamin (makanan dan minuman) mengonsumsi rafinasi, menjadikan pasar white sugar (gula putih) diambil rafinasi,“ tuturnya. Padahal, Yadi mengatakan produksi GKP mampu memenuhi kebutuhan industri kecil dan permintaannya pun tinggi. Kenyataannya, stok awal 2014 yang berjumlah sekitar 1,2 juta ton lamban terserap pasar.
Pabrik-pabrik gula pun terpaksa menelan pil pahit. Biasanya pabrik gula mengeluarkan sekitar 225 ribu ton per bulan, tetapi saat ini hanya 125 ribu-150 ribu ton.Itu belum lagi ditambah produksi gula tahun ini yang diproyeksikan sekitar 2,6 juta ton. “Itu menandakan stok gula mungkin ada yang mengisi (dari rafinasi),“ cetus Yadi. Masalah akan menjadi lebih besar manakala produksi gula rafinasi berlebih. Pasokan bukan hanya masuk ke industri kecil, melainkan juga ke konsumsi langsung, seperti yang terjadi di Kalimantan. Kondisi itu bisa terjadi karena lemahnya pengawasan.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi mengaku merekomendasikan pengendalian impor gula mentah yang lebih ketat pada 2015. Menurut dia, hal itu bertujuan menyikapi sisa kelebihan stok pada 2013. “Ditambah lagi survei AC Nielsen dan banyak survei lain yang menyatakan permintaan di 2014 menurun sekitar 10%-15%,“ ujar Bayu.Lebih mahal Persoalan lain banyak stok gula medium yang belum terserap.Pe nyebabnya harga gula tebu pe tani lebih mahal ketimbang gula rafinasi dari pengolahan gula mentah impor.
Bayu mengungkapkan hasil pengolahan impor gula mentah bisa membangun harga di level Rp6.000-Rp7.500 per kilogram.Jika mengacu ke rata-rata rende men yang saat ini sekitar 7,2%, kisaran harga wajar bagi produksi gula tebu dalam negeri sekitar Rp8.500-Rp9.500 per kg.
“Kesediaan untuk membayar dari konsumen (dari survei aspirasi) itu berada di range harga Rp6.000-Rp7.500/kg dan ini yang kira-kira harus kita antisipasi pada 2014-2015,“ tuturnya. Tahun ini Kemendag berencana mengimpor sekitar 3,1 juta ton gula mentah. Namun, angkanya lalu dikurangi 187.000 ton sebagai sanksi perembesan gula rafinasi ke pasar konsumen. (E-1) Sumber : Media Indonesia, 22/10/2014, Halaman : 18
Travel Eksekutif Pekanbaru Pariaman
-
Perusahaan yang menyediakan travel eksekutif dari Kota Pekanbaru Menuju
Pariaman tentunya sudah banyak. Kali ini melalui situs WartaPancasila.com
akan memp...
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar