SEJUMLAH lembaga pegiat hak asasi manusia (HAM) Tanah Air, kemarin, meminta pemerintah Indonesia segera meratifikasi Konvensi Kerangka Pengendalian Tembakau atau Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) yang telah berlaku efektif sejak 2005. Penundaan ratifikasi itu dinilai ironis mengingat Indonesia ialah negara dengan kosumen rokok terbesar ketiga di dunia setelah Tiongkok dan India.
“Penanganan masalah rokok dan tembakau kita terburuk di Asia Tenggara.Kami mengingatkan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi FCTC, apalagi ini sejalan dengan program revolusi mental yang diusung Presiden Joko Widodo,“ ungkap Sudibyo Markus dari Lembaga Hubungan Luar Negeri PP Muhammadiyah di kantor Human Rights Working Group (HRWG), Jakarta.
Sudibyo menjelaskan implikasi tidak diratifikasinya FCTC itu bisa membuat kekuatan diplomasi Indonesia di dunia internasional menjadi terhambat dan sulit bergerak. Apalagi Indonesia ialah satu-satunya negara di Organisasi Konferensi Islam (OKI) yang belum meratifikasi konvensi dalam naungan Badan Kesehatan Dunia (WHO) tersebut.
Adapun Manajer Program Indonesia Institute for Social Development (IISD), Deni Wahyudi Kurniawan, menyatakan pengendalian tembakau dan rokok bersifat mendesak. Deni merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menyatakan pengeluaran masyarakat untuk rokok secara konsisten menempati posisi nomor dua setelah kebutuhan beras. Masalah rokok yang tidak terkontrol juga menjadi andil pada perkembangan penyakit tidak menular, semisal jantung dan kanker paru-paru, yang saat ini lebih besar dari penyakit menular.
“Ironis sekali. Konsumen rokok di Indonesia terbesar ketiga di dunia. Tiongkok dan India sudah meratifikasi itu. Dari segi produsen tembakau kita nomor lima setelah Tiongkok, India, Turki, dan Brasil. Mereka sudah meratifikasi, tapi kita belum. Seharusnya kita tidak ada alasan lagi untuk tidak meratifikasi FCTC,“ tegas Deni.
Kewajiban meratifikasi FCTC, tegasnya, ialah mutlak bagi Indonesia. Pasalnya masalah kesehatan masyarakat merupakan hak yang dilindungi dan diatur dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (UDHR) yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Menurut data WHO, saat ini ada sekitar 1,3 miliar perokok di seluruh dunia dan 84 persen tinggal di negara-negara berkembang. Setiap tahun, ada sekitar 11 juta kasus kanker baru yang menurut diagnosis secara global sekitar 7 juta di antaranya meninggal akibat rokok atau tembakau.Angka itu melampaui jumlah orang yang meninggal karena penyakit AIDS, tuberkulosis, dan malaria. (Hym/I-1) Media Indonesia, 11/12/2014, halaman 21
Travel Eksekutif Pekanbaru Pariaman
-
Perusahaan yang menyediakan travel eksekutif dari Kota Pekanbaru Menuju
Pariaman tentunya sudah banyak. Kali ini melalui situs WartaPancasila.com
akan memp...
4 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar